LABIO PALATO SKIZIS


KATA PENGANTAR

Puji  syukur  kami  panjatkan  kehadirat  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  karena Hidah-Nyalah Makalah “KEPERAWATAN ANAK yang membahas ”ASKEP LABIO PALATO SKIZIS ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
            Dalam  penyusunan  maklah  ini  kami  mengambil  referensi  atau materi  dari  internet dan buku panduan yang terkait dengan materi ini, yang  kemudian kami  susun  dan  rangkum  menjadi  bentuk yang lebih terperinci.
            Jika dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan – kekurangan, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penyusunan makalah yang berikutnya dapat lebih baik lagi.


                                                                                                    Penulis

                                                                                                                Kelompok 5[T1] [T2] [T3] 




ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................ i...........
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah.................................................................................. 1
B.      Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
C.      Tujuan........................................................................................................... 2
D.      Manfaat......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
        I.            KONSEP DASAR
A.      Definsi............................................................................................... 3
B.      Etiologi............................................................................................... 3
C.      Gejala................................................................................................ 4
D.      Diagnosa............................................................................................ 7
E.       Pencegahan....................................................................................... 8
      II.            ASUHAN KEPERAWATAN
A.      Pengkajian....................................................................................... 11
B.      Diagnosa.......................................................................................... 13
C.      Intervensi......................................................................................... 15...........                                                                 .......................................................................................................................
BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan.................................................................................................. 16
B.      Saran............................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 17




\
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
          Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat bawaan yang masih
menjadi masalah di tengah masyarakat. Antara Februari - Mei 1992, IKABI cabang
Padang mengadakan pengabdian masyarakat di dua Kabupaten 50 Kota dan Solok
berbentuk operasi bibir sumbing secara gratis. Dilakukan penelitian pada 126 penderita yang dilakukan operasi. Hardjowasito dengan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi
pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.
        Pada dasarnya kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, yang biasa disebut labiopalatoskisis. Kelainan ini diduga terjadi akibat infeksi virus yang diderita ibu pada kehamilan trimester 1. jika hanya terjadi sumbing pada bibir, bayi tidak akan mengalami banyak gangguan karena masih dapat diberi minum dengan dot biasa. Bayi dapat mengisap dot dengan baik asal dotnya diletakan dibagian bibir yang tidak sumbing.
B. RUMUSAN MASALAH
      Kelainan bibir ini dapat segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi akan mengalami kesukaran minum, walaupun bayi dapat menghisap naun bahaya terdesak mengancam. Bayi dengan kelainan bawaan ini akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pernafasan akibat aspirasi.keadaan umu yang kurang baik juga akan menunda tindakan untuk meperbaiki kelainan tersebut.




1
C.TUJUAN
1.       Menjelaskan defenisi bibir sumbing
2.       Memahami etiologi bibir sumbing
3.       Memahami gejala  bibir sumbing
4.       Menjelaskan diagnosa bibir sumbing
5.       Menjelaskan pencegahan bibir sumbing
6.       Mengetahui asuhan keperawatan bibirsumbing

D.MANFAAT
1.       Sebagai bahan pembelajaran dalam mata kuliah Ilmu Keperawatan Anak
2.       Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa dan pihak-pihak dalam bidang keperawatan yang akan melakukan penyusunan askep dengan topic yang sama.











2
BAB II
PEMBAHASAN
ASKEP LABIOPALATOSCHIZIS

A.            Pengertian
Labio palatoshcizis atau sumbing bibir langitan adalah cacat bawaan berupa  celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit (Fitri Purwanto, 2001).
Labio palatoshcizis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut palato shcizis (sumbing palatum) labio shcizis (sumbing  pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya perkembangan embrio (Hidayat, 2005).
Labio palatoschizis adalah merupakan congenital anomaly yang berupa adanya kelainan bentuk pada wajah  ( Suryadi SKP, 2001).
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa labio palatoschizis adalah suatu kelainan congenital berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit yang terjadi akibat gagalnya perkembangan emberio.

             1. Beberapa jenis bibir sumbing :
           a.       Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
          b.      Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.
          c.       Bilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
          B.  Etiologi
              1.      Faktor herediter
              2.      Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
              3.      Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu
                4.      Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen (agen/faktor yang     menimbulkan cacat pada embrio).
             5.      Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).

             6.       Mutasi genetic atau teratogen.

             C.  Patofisiologi
          1.     Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I.
           2.     Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
           3.      Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
          4.     penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan karena menikah/kawin dengan saudara/kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan enzim tubuh. Walau yang diperlukan sedikit, tapi jika kekurangan berbahaya. Sumber makanan yang mengandung seng antara lain : daging, sayur sayuran dan air. Di NTT airnya bahkan tidak mengandung seng sama sekali. Soal kawin antara kerabat atau saudara memang menjadi pemicu munculnya penyakit generatif, (keterununan) yang sebelumnya resesif. Kekurangan gizi lainya seperti kekurangan vit B6 dan B complek. Infeksi pada janin pada usia kehamilan muda, dan salah minum obat obatan/jamu juga bisa menyebabkan bibir sumbing.
Proses terjadinya labio palatoshcizis yaitu ketika kehamilan trimester I dimana terjadinya gangguan oleh karena beberapa penyakit seperti virus. Pada trimester I terjadi proses perkembangan pembentukan berbagai organ tubuh dan pada saat itu terjadi kegagalan dalam penyatuan atau pembentukan jaringan lunak atau tulang selama fase embrio.
Apabila terjadinya kegagalan dalam penyatuan proses nasal medical dan maxilaris maka dapat mengalami labio shcizis (sumbing bibir) dan proses penyatuan tersebut akan
 terjadi pada usia 6-8 minggu. Kemudian apabila terjadi kegagalan penyatuan pada susunan palato selama masa kehamilan 7-12 minggu, maka dapat mengakibatkan sumbing pada palato (palato shcizis).
         D.    Manifestasi Klinis
                1.     Deformitas pada bibir
                2.     Kesukaran dalam menghisap/makan
3.     Kelainan susunan archumdentis.
                4.     Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
                5.     Gangguan komunikasi verbal
                6.     Regurgitasi makanan.
                7.     Pada Labio skisis
                Distorsi pada hidung
               Tampak sebagian atau keduanya
               Adanya celah pada bibir
              8.     Pada Palati skisis
                  a.       Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.
                b.      Ada rongga pada hidung.
                c.       Distorsi hidung
                d.      Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari
                e.       Kesukaran dalam menghisap/makan
        E.   Komplikasi
               1.      Gangguan bicara
               2.      Terjadinya atitis media
               3.      Aspirasi
               4.      Distress pernafasan
               5.      Resiko infeksi saluran nafas
               6.      Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
                7.     Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder akibat             disfungsi tuba eustachius.
              8.      Masalah gigi
               9.    Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan paruh.
         F.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung pada kecacatan. Prioritas pertama antara lain pada tekhnik pemberian nutrisi yang adekuat untuk mencegah komplikasi, fasilitas pertumbuhan dan perkembangan.
Penanganan : bedah plastik yang bertujuan menutupi kelainan, mencegah kelainan, meningkatkan tumbuh kembang anak. Labio plasty dilakukan apabila sudah tercapai ”rules of overten” yaitu : umur diatas 10 minggu, BB diatas 10 ponds (± 5 kg), tidak ada infeksi mulut, saluran pernafasan unutk mendapatkan bibir dan hidung yang baik, koreksi hidung dilakukan pada operasi yang pertama. Palato plasty dilakukan pada umur 12-18 bulan, pada usia 15 tahun dilakukan terapi dengan koreksi-koreksi bedah plastik. Pada usia 7-8 tahun dilakukan ”bone skingraft”, dan koreksi dengan flap pharing. Bila terlalu awal  sulit karena rongga mulut kecil. Terlambat, proses bicara terganggu, tidak lanjutnya adalah pengaturan diet.  Diet minum susu sesuai dengan kebutuhan klien.
1.       Penatalaksanaan Medis
           Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara bertahap. biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis. Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas. Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk dan derajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring
 dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.
        2.      Penatalaksanaan Keperawatan
            a.       Perawatan Pra-Operasi:
             1)      Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.
            a)      Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
            b)      Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.
            c)      Diskusikan tentang pembedahan
              d)     Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi.
          e)      Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
            2)      Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi.
           a)      Tahap-tahap intervensi bedah
           b)      Teknik pemberian makan
           c)      Penyebab devitas
         3)      Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate.
            a)      Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang         cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.
         b)      Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut.
         c)      Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.
         d)     Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
         e)      Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
         f)       Akhiri pemberian susu dengan air.
        4)      Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas
         a)      Pantau status pernafasan
         b)      Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
        c)      Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
         b.      Perawatan Pasca-Operasi
        1)      Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate
         a)      Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok.
         b)      Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
         c)      Lanjutkan dengan diet lunak
        d)     Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
        2)      Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.
         a)      Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
         b)      Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
         c)      Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.
         d)     Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
        e)      Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
         f)       Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
         g)      Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.
         h)      Monitor keutuhan jaringan kulit
          i)        Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi
         G.    Pemeriksaan penunjang
            1.      Tes pendengaran, bicara dan evaluasi.
            2.       Laboratorium untuk persiapan operasi; Hb, Ht, leuko, BT, CT.
              3.      Evaluasi ortodental dan prostontal dari mulai posisi gigi dan perubahan struktur dari orkumaxilaris.
           4.      Konsultasi bedah plastik, ahli anak, ahli THT, ortodentisist, spech therapi.
           5.      MRI




























BAB III
ASKEP LABIOPALATOSCHIZIS

A.    PENGKAJIAN
             1.      Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotalatos kisis dari keluarga, berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
            2.      Pemeriksaan Fisik
              a.       Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
             b.      Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
             c.       Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
             d.      Kaji tanda-tanda infeksi
             e.       Palpasi dengan menggunakan jari
             f.       Kaji tingkat nyeri pada bayi[T4] [T5] [T6] [T7] [T8] [T9] [T10] [T11] 
          3.      Pengkajian Keluarga
           a.       Observasi infeksi bayi dan keluarga
           b.      Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua
           c.       Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
             d.      Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah.
           e.       Kaji tingkat pengetahuan keluarga

            B.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
               1.      Koping Keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain atau krisis perkembangan /keadaan dari orang terdekat mungkin muncul ke permukaan.
              2.      Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas.
3.Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakseimbangan.           
            4.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
           5.      Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
           6.      Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif

             C.    INTERVENSI
                  1.      DX.1 : Koping keluarga melemah berhubungan dengan situasi lain dan krisis perkembangan / keadaan dari orang lain terdekat mungkin muncul ke permukaan.
NOC.: Family koping
KH :
             a.       Mengatur masalah
             b.      Mengekspresikan perasaan dan emosional dengan bebas
             c.       Menggunakan startegi pengurangan stress
             d.    Membuat jadwal untuk rutinitas dak kegiatan keluarga
Indikator skala :
          1)      Tidak pernah dilakukan
          2)      Jarang dilakukan
          3)      Kadang dilakukan
          4)      Sering dilakukan
          5)      Selalu dilakukan
NIC : Family Support
          a.       Dengarkan apa yang diungkapkan
          b.      Bangun hubungan kepercayaan dalam keluarga
          c.       Ajarkan pengobatan dan rencana keperawatan untuk keluarga
          d.      Gunakan mekanisme kopoing adaptif
          e.       Mengkonsultasikan dengan anggota keluarga utnk menambahkan kopoing yang efektif.
               2.      DX.II: Resiko aspirasi berhubungan dengan kondisi yang menghambat elevasi tubuh bagian atas.
NOC : Risk Control
KH :
            a.       Monitor lingkungan faktor resiko
            b.      Gunakan strategi kontrol resiko yang efektif
            c.       Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
            d.      Monitor perubahan status kesehatan
            e.       Monitor faktor resiko individu
Indikator skala :
          1)      Tidak pernah dilakukan
          2)      Jarang dilakukan
          3)      Kadang dilakukan
          4)      Sering dilakukan
          5)      Selalu dilakukan
NIC : Aspiration Precaution
       a.Monitor status hormonal
            b.      Hindari penggunaan cairan / penggunaan agen amat tebal
            c.       Tawarkan makanan / cairan yang dapat dibentuk menjadi bolu sebelum ditelan
           d.      Sarankan untuk berkonsultasi ke Patologi
           e.       Posisikan 900 atau lebih jika memungkinkan.
           f.       Cek NGT sebelum memberi makan
            3.      DX. III : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidak seimbangan
NOC :
           a.       Menggunakan pesan tertulis
           b.      Menggunakan bahasa percakapan vocal
           c.       Menggunakan percakapan yang jelas
           d.      Menggunakan gambar/lukisan
           e.       Menggunakan bahasa non verbal
Indikator skala :
           1)      Tidak pernah dilakukan
           2)      Jarang dilakukan
           3)      Kadang dilakukan
           4)      Sering dilakukan
           5)      Selalu dilakukan
NIC : Perbaikan Komunikasi
             a.       Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan pasien
             b.      Berbicara kepada pasien dengan lambat dan dengan suara yang jelas.
             c.       Menggunakan kata dan kalimat yang singkat
             d.      Mendengarkan pasien dengan baik
             e.       Memberikan reinforcement/pujian positif pada keluarga
             f.       Anjurkan pasien mengulangi pembicaraannya jika belum jelas

           4.      DX. IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menaikkan zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
NOC : Status Nutrisi
KH :
         a.       Stamina
         b.      Tenaga
         c.       Penyembuhan jaringan
         d.      Daya tahan tubuh
         e.       Pertumbuhan (untuk anak)
          Indikator skala :
         1)      Tidak pernah dilakukan
         2)      Jarang dilakukan
         3)      Kadang dilakukan
         4)      Sering dilakukan
         5)      Selalu dilakukan

Template Copy by Blogger Templates | BERITA_wongANteng |MASTER SEO |FREE BLOG TEMPLATES